GERAKAN SOSIAL
”Konflik Sosial HKTI yang Mengenai Anjloknya Harga Gabah”
Oleh:
Heru Dwi setyawan ( 064564033 )
Ansori ( 064564208 )
Rahman danang jaya ( 064564209 )
Handy Setyo ( 064564216 )
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2008
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Petani selalu menjadi bagian dalam suatu ragam produksi. Meski derajat mereka relatif sama, yaitu sebagai lapisan bawah masyarakat, tetapi kedudukan dalam hubungan produksi mereka tidaklah sama sepanjang sejarah. Dalam ragam produksi asiatik, petani terkungkung dalam komuniti-komuniti swasembada yang menguasai tanah komunal. Kelebihan hasil produksi dari lahan olahan ini mereka diserahkan kepada pemerintah ‘di luar komuniti’ lewat upeti atau pajak. Upeti dan pajak ini kemudian digunakan oleh penguasa untuk mengorganisasi kerja-kerja pengairan dan administrasi. Peranan Organisasi tani telah membuktikan adanya kekuatan yang bisa diorganisasi untuk mendukung hak-hak petani. Organisasi ini dapat berfungsi apabila terbina dengan baik. Organisasi yang kuat dapat tumbuh dari bawah sehingga mulai dari pembentukannya, persyaratan keanggotanya, komposisi pimpinannya, penyusun progam dan operasionalnya sepenuhnya mencerminkan kehendak yang nyata dari anggota organisasi yang bersangkutan.
HKTI (Himpunan Kerukunan petani Indonesia) di jombang, sebagai organisasi yang di harapkan bisa merubah atau membuat gerakan agar di tiga kecamatan, Megaluh, Tembelang dan Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang tak mendapat perhatian yang serius dari instansi dan lembaga terkait. Elemen masyarakat dan Komisi B DPRD setempat, berakhir tanpa titik temu.Respon yang didapat dalam pertemuan di ruang rapat Komisi B tersebut hanya menghasilkan jawaban yang sifatnya hanya menyejukkan tanpa adanya solusi konkret dari permasalah ditingkat petani. Harga jual gabah yang turun drastis sangat berbeda jauh dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang sudah ditetapkan.
Gerakan sosial merupakan upaya merubah kondisi struktur masyarakat yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat. Salah satu gerakan sosial adalah gerakan pemuda yang merupakan suatu gerakan tertentu guna mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh sekelompok pemuda yang ada di Indonesia.
Gerakan tani di Indonesia sangat memungkinkan, Seperti halnya Gerakan Tani STN (Serikat Tani Nasional),SPI (Serikat Petani Indonesia), HKTN, dan HKTI ( Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ). HKTI ialah sebuah Organisasi Tani yang lahir pada tanggal 27 april 1973 dan diremiskan di Jakarta
Rumusan Masalah
1.Bagaimana terjadinya konflik sosial dalam HKTI di jombang dan mengapa bisa terjadi.
2. Apa yang menyebabkan konflik HKTI di jombang?
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain untuk memperkaya ilmu tentang gerakan HKTI(Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) dan mencari pengalaman dalam pembelajaran Di suatu Gerakan Sosial.
Tujuan penelitian
Ingin mengetahui adanya konflik di dalam Organisasi HKTI,karena waaupun sudah dibentuk HKTI tetapi masi ada konflik di dalamnya.
BAB II
KAJIAN TEORI
Teori Konflik
teori konflik yang menekankan pada keteraturan social, teori konflik melihat pada pertikaian dan konflik dalam sistem social. Teori konflik melihat apa pun keteraturan yang terdapat daam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Jadi lebih melihat pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Teori Konflik Coser
Konflik menurut teori Lewis A. Coser adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, di mana pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka. Dikatakan pula oleh Coser, bahwa perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu dengan kumpulan-kumpulan (collectivities) atau antara individu-individu dengan kelompok.Menurut Dahrendorf masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan”.Dengan demikian posisi tertentu dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Hal ini mengarahkan Dahrendorf bahwa perbedaan otoritas selalu menjadi factor yang menentukan konflik social. Bahwa berbagai posisi di dalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang berbeda. Dan otoritas tidak terletak pada diri individu tetapi pada posisi. Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomi, karena itu hanya ada dua kelompok konflik yang terbentuk yaitu kelompok pemegang otoritas dan kelompok subordinat yang mempunyai kepentingan tertentu.yang arah substansinya saling bertentangan.
Tahapan konflik, dan dalam bahasan ini akan dikaitkan dengan strategiperlawanan petani. Pada tahap pertama, Prakonflik, terjadi ketidaksesuaian antara dua pihak yang berkonflik, dan muncul tidak senang serta emosi. Pada tahap ini, pihak yang tertindas diasumsikan masih mampu meredam perlawanannya,sehingga bentuk resistensinnya dapat berupa strategi perlawanan sehari-hari.
. Fisher (2000) menjelaskan tentang penahapan kasus konflik yang diurutkan menjadi empat tahapan, yaitu:
a. Prakonflik: :
Tahap awal terjadinya konflik, adanya ketidaksesuaian sasaran diantara pihak pihak yang berkonflik, misalnya memunculkan sikap tidak senang dan emosi.
b. Konfrontasi :
Konflik semakin terbuka disertai aksi-aksi kekerasan tingkat rendah, misalnya menyusun kekuatan.
c. Krisis :
Aksi-aksi kekerasan meningkat menyerupai periode perang, misal menyandera.
d. Akibat :
Aksi kekerasan menurun, ditandai oleh adanya negosiasi atau usaha untuk mengentikan konflik, misal satu pihak mundur akibat perlawanan yang tidak seimbang,tidak ada negosiasi.
e. Pascakonflik : Upaya pihak-pihak berkonflik untuk mengakhiri berbagai aksi kekerasan.
Claude Meillasoux menggambarkan masyarakat yang disebutnya masyarakat petani seperti yang masih menjadi ciri komuniti-komuniti pedesaan di beberapa bagian Afrika menjelang kolonisasi dan sebelum berkembangnya pasar mempunyai ciri-ciri:
1) Penggunaan energi manusia dalam kerja pengolahan lahan
2) Penggunaan alat produksi individual yang memerlukan sedikit investasi tenaga kerja
3) Pembagian kerja non-metodik tapi lebih pada alokasi tugas-tugas antaranggota sels-sel reproduktif
4) Aksesibilitas pada lahan dan bahan mentah, dan
5) Pemenuhan kebutuhan sendiri dalam arti komuniti memproduksi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Meillasoux membatasi petani sebagai orang yang hidup di lahan melalui kerja pertanian. Pengolahan lahan pertanian merupakan kegiatan dominan dalam arti menentukan semua organisasi sosial dalam komuniti serta mempengaruhi secara kuat kegiatan-kegiatan lain di luar pengolahann lahan (Meillasoux 1980: 160). Pada intinya, Meillasoux memasukkan semua komuniti sebagai komuniti petani selama adanya kegiatan produksi yang bertumpu pada pengolahan lahan. Definisi petani ini cukup memadai untuk memahami kegiatan produksi internal komuniti semata-mata dengan abai terhadap hubungan komuniti dengan satuan politik dan ekonomi yang lebih luas.
Teori strukturasi Giddens (1984)
Pada dasarnya merupakan bangunan kerangka ontologis dalam melakukan kajian-kajian terhadap tindakan-tindakan manusia, termasuk gerakan sosial. Teori ini menawarkan pemikiran tentang hakekat tindakan-tindakan manusia dan lembaga-lembaga sosial serta hubungan antara tindakan dengan lembaga-lembaga sosial. Dimunculkan konsep duality of structure (dualitas struktur) yang sekaligus merupakan kata kunci dan inti dari teori ini. Diyakini bahwa antara obyek dengan subyek, antara struktur dan agen bukanlah sebuah dualisme yang dikotomik, melainkan dualitas di mana antara satu dengan yang lain terdapat hubungan dialektik untuk kemudian saling mempengaruhi. Di dalamnya terdapat hubungan dialektik untuk proses produksi dan reproduksi dalam waktu yang sama.
Menurut Giddens, struktur berada pada posisi sebagai sebuah medium yang sekaligus juga outcomes (hasil) suatu agensi. Kemudian, struktur-struktur selain dapat muncul sebagai constraining, juga dapat mewujud sebagai enabling. Dalam pandangan Giddens, struktur dimaknakan sebagai generative rules and resources.
BAB III
Teori Konflik
teori konflik yang menekankan pada keteraturan social, teori konflik melihat pada pertikaian dan konflik dalam sistem social. Teori konflik melihat apa pun keteraturan yang terdapat daam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Jadi lebih melihat pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Teori Konflik Coser
Konflik menurut teori Lewis A. Coser adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, di mana pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka. Dikatakan pula oleh Coser, bahwa perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu dengan kumpulan-kumpulan (collectivities) atau antara individu-individu dengan kelompok.Menurut Dahrendorf masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan”.Dengan demikian posisi tertentu dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Hal ini mengarahkan Dahrendorf bahwa perbedaan otoritas selalu menjadi factor yang menentukan konflik social. Bahwa berbagai posisi di dalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang berbeda. Dan otoritas tidak terletak pada diri individu tetapi pada posisi. Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomi, karena itu hanya ada dua kelompok konflik yang terbentuk yaitu kelompok pemegang otoritas dan kelompok subordinat yang mempunyai kepentingan tertentu.yang arah substansinya saling bertentangan.
Tahapan konflik, dan dalam bahasan ini akan dikaitkan dengan strategiperlawanan petani. Pada tahap pertama, Prakonflik, terjadi ketidaksesuaian antara dua pihak yang berkonflik, dan muncul tidak senang serta emosi. Pada tahap ini, pihak yang tertindas diasumsikan masih mampu meredam perlawanannya,sehingga bentuk resistensinnya dapat berupa strategi perlawanan sehari-hari.
. Fisher (2000) menjelaskan tentang penahapan kasus konflik yang diurutkan menjadi empat tahapan, yaitu:
a. Prakonflik: :
Tahap awal terjadinya konflik, adanya ketidaksesuaian sasaran diantara pihak pihak yang berkonflik, misalnya memunculkan sikap tidak senang dan emosi.
b. Konfrontasi :
Konflik semakin terbuka disertai aksi-aksi kekerasan tingkat rendah, misalnya menyusun kekuatan.
c. Krisis :
Aksi-aksi kekerasan meningkat menyerupai periode perang, misal menyandera.
d. Akibat :
Aksi kekerasan menurun, ditandai oleh adanya negosiasi atau usaha untuk mengentikan konflik, misal satu pihak mundur akibat perlawanan yang tidak seimbang,tidak ada negosiasi.
e. Pascakonflik : Upaya pihak-pihak berkonflik untuk mengakhiri berbagai aksi kekerasan.
Claude Meillasoux menggambarkan masyarakat yang disebutnya masyarakat petani seperti yang masih menjadi ciri komuniti-komuniti pedesaan di beberapa bagian Afrika menjelang kolonisasi dan sebelum berkembangnya pasar mempunyai ciri-ciri:
1) Penggunaan energi manusia dalam kerja pengolahan lahan
2) Penggunaan alat produksi individual yang memerlukan sedikit investasi tenaga kerja
3) Pembagian kerja non-metodik tapi lebih pada alokasi tugas-tugas antaranggota sels-sel reproduktif
4) Aksesibilitas pada lahan dan bahan mentah, dan
5) Pemenuhan kebutuhan sendiri dalam arti komuniti memproduksi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Meillasoux membatasi petani sebagai orang yang hidup di lahan melalui kerja pertanian. Pengolahan lahan pertanian merupakan kegiatan dominan dalam arti menentukan semua organisasi sosial dalam komuniti serta mempengaruhi secara kuat kegiatan-kegiatan lain di luar pengolahann lahan (Meillasoux 1980: 160). Pada intinya, Meillasoux memasukkan semua komuniti sebagai komuniti petani selama adanya kegiatan produksi yang bertumpu pada pengolahan lahan. Definisi petani ini cukup memadai untuk memahami kegiatan produksi internal komuniti semata-mata dengan abai terhadap hubungan komuniti dengan satuan politik dan ekonomi yang lebih luas.
Teori strukturasi Giddens (1984)
Pada dasarnya merupakan bangunan kerangka ontologis dalam melakukan kajian-kajian terhadap tindakan-tindakan manusia, termasuk gerakan sosial. Teori ini menawarkan pemikiran tentang hakekat tindakan-tindakan manusia dan lembaga-lembaga sosial serta hubungan antara tindakan dengan lembaga-lembaga sosial. Dimunculkan konsep duality of structure (dualitas struktur) yang sekaligus merupakan kata kunci dan inti dari teori ini. Diyakini bahwa antara obyek dengan subyek, antara struktur dan agen bukanlah sebuah dualisme yang dikotomik, melainkan dualitas di mana antara satu dengan yang lain terdapat hubungan dialektik untuk kemudian saling mempengaruhi. Di dalamnya terdapat hubungan dialektik untuk proses produksi dan reproduksi dalam waktu yang sama.
Menurut Giddens, struktur berada pada posisi sebagai sebuah medium yang sekaligus juga outcomes (hasil) suatu agensi. Kemudian, struktur-struktur selain dapat muncul sebagai constraining, juga dapat mewujud sebagai enabling. Dalam pandangan Giddens, struktur dimaknakan sebagai generative rules and resources.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, Metode Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan prilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek itu sendiri). Metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk menyelidiki konsep-konsep yang terdapat dalam masyarakat yang sesungguhnya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Melalui metode ini, peneliti dapat menyelidiki orang-orang yang tidak dapat dijangkau oleh metode penelitian lain. Peneliti dapat mendengar mereka berbicara tentang diri dan pengalaman mereka sendiri, sehingga peneliti dapat menerima prespektif mereka sebagai kebenaran. Sifat kualitatif dari penelitian dikarenakan makna tentang hal yang diteliti hanya dapat didekati dengan mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan dan dilakukan oleh subyek penelitan.Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yakni peneliti berusaha memahami makna dari peristiwa atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat dan suatu hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Untuk memahami apa dan bagaiamana suatu peristiwa tersebut dapat tumbuh dan berkembang dalam dunia sosial. Tujuan fenomenologi adalah untuk dapat mengambarkan perilaku-perilaku yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupannya.
B.Waktu dan Lokasi Penelitian
1. tanggal 5 -7 september 2008 di sekretariat di jombang.
2.Waktu penelitian di sekretariat HKTI surabaya pada tanggal 15 agustus di Jl.kutisari
3. tanggal 16 agustus di sekretariat HKTI surabaya di Jl.dukuh kupang lor gang 6
C.Subyek penelitian
Guncangnya Para petani Jawa Timur karena anjloknya harga gabah
D.Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Dalam penelitian ini diperlukan observasi. Observasi adalah pengamatan yang dilakukan penelitian terhadap subjek penelitian. Dalam melakukan pengamatan dilapangan, akan didapatkan data yang mungkin diperoleh melalui wawancara. Dalam hal ini penelitian mencoba mengamati perilaku dari subjek. Penelitian baik secara individu ataupun pada saat mereka berkumpul di organisasi tersebut.
2. Wawancara Mendalam ( Indeepht Interview )
Wawancara mendalam merupakan wawancara untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam suatu penelitian dan diharapkan bisa mengenai pada masalah yang akan diteliti agar memperoleh kedalam, kekayaan dan kompleksitas data. Dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan, peneliti menggunakan Guiding Question ( pedoman wawancara ) yang selalu dibawa pada saat mewawancarai subjek penelitian. langkah-langkah dalam melakukan In-depth interview, antara lain:
1. Getting in, berupa adaptasi peneliti agar bisa diterima dengan baik oleh subyek penelitian.
2. Setelah trust terbentuk, peneliti harus menjaganya dengan berperilaku dan berpenampilan sama seperti subjek penelitian.Jika kedua hal tersebut dapat berjalan baik, maka akan tercipta rapport dari subjek penelitian, sehingga informasi-informasi dengan mudah diperoleh.
3. Agar lebih mudah mewawancarai subyek penelitian, peneliti akan mencari key informan atau informan kunci untuk memperoleh informasi. Dari key informan ini diharapkan akan diperoleh informan lain yang juga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti (snawball sampling)
E. Teknik Analisis Data
A.Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, Metode Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan prilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek itu sendiri). Metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk menyelidiki konsep-konsep yang terdapat dalam masyarakat yang sesungguhnya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Melalui metode ini, peneliti dapat menyelidiki orang-orang yang tidak dapat dijangkau oleh metode penelitian lain. Peneliti dapat mendengar mereka berbicara tentang diri dan pengalaman mereka sendiri, sehingga peneliti dapat menerima prespektif mereka sebagai kebenaran. Sifat kualitatif dari penelitian dikarenakan makna tentang hal yang diteliti hanya dapat didekati dengan mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan dan dilakukan oleh subyek penelitan.Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yakni peneliti berusaha memahami makna dari peristiwa atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat dan suatu hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Untuk memahami apa dan bagaiamana suatu peristiwa tersebut dapat tumbuh dan berkembang dalam dunia sosial. Tujuan fenomenologi adalah untuk dapat mengambarkan perilaku-perilaku yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupannya.
B.Waktu dan Lokasi Penelitian
1. tanggal 5 -7 september 2008 di sekretariat di jombang.
2.Waktu penelitian di sekretariat HKTI surabaya pada tanggal 15 agustus di Jl.kutisari
3. tanggal 16 agustus di sekretariat HKTI surabaya di Jl.dukuh kupang lor gang 6
C.Subyek penelitian
Guncangnya Para petani Jawa Timur karena anjloknya harga gabah
D.Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Dalam penelitian ini diperlukan observasi. Observasi adalah pengamatan yang dilakukan penelitian terhadap subjek penelitian. Dalam melakukan pengamatan dilapangan, akan didapatkan data yang mungkin diperoleh melalui wawancara. Dalam hal ini penelitian mencoba mengamati perilaku dari subjek. Penelitian baik secara individu ataupun pada saat mereka berkumpul di organisasi tersebut.
2. Wawancara Mendalam ( Indeepht Interview )
Wawancara mendalam merupakan wawancara untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam suatu penelitian dan diharapkan bisa mengenai pada masalah yang akan diteliti agar memperoleh kedalam, kekayaan dan kompleksitas data. Dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan, peneliti menggunakan Guiding Question ( pedoman wawancara ) yang selalu dibawa pada saat mewawancarai subjek penelitian. langkah-langkah dalam melakukan In-depth interview, antara lain:
1. Getting in, berupa adaptasi peneliti agar bisa diterima dengan baik oleh subyek penelitian.
2. Setelah trust terbentuk, peneliti harus menjaganya dengan berperilaku dan berpenampilan sama seperti subjek penelitian.Jika kedua hal tersebut dapat berjalan baik, maka akan tercipta rapport dari subjek penelitian, sehingga informasi-informasi dengan mudah diperoleh.
3. Agar lebih mudah mewawancarai subyek penelitian, peneliti akan mencari key informan atau informan kunci untuk memperoleh informasi. Dari key informan ini diharapkan akan diperoleh informan lain yang juga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti (snawball sampling)
E. Teknik Analisis Data
Analisis Data merupakan mengatur, mengorganisasikanya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian data. Langkah pertama pengolahan data adalah data yang telah terkumpul baik data observasi maupun data wawancara kemudian dipisah menentukan data mana yang akan digunakan mengkategorikan data-data yang telah dipilah untuk digunakan dalam setiap bahasan,melakukan reduksi data, yaitu dengan membuat rangkuman dari hasil observasi dan wawancara.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELTIAN
A. Deskripsi Lokasi
Gerakan tani di Indonesia sangat memungkinkan Banyak, Seperti hanya Gerakan Tani yang lain misalnya STN (Serikat Tani Nasional),SPI (Serikat Petani Indonesia), HKTN, dan HKTI ( Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ). HKTI ialah sebuah Organisasi Tani yang lahir pada tanggal 27 april 1973 dan diremiskan di Jakarta. HKTI surabaya berada di Jl. Kutisari No 6, Surabaya. Di kantor Sekretariat HKTI terdapat ruang tamu yang terdiri dari kursi meja untuk rapat kerja yang Diadakan setiap seminggu sekali. Selain itu terdapat Progam Kerja mi nnguan dan Seminar umum setiap bulannya. Di dinding ruang tamu terdapat foto-foto Petani yang bekerja dan adapun Foto-foto Gerakan HKTI yang berdemonstrasi atas turunnya harga gabah, dan masih banyak lagi. Di Ruang tamu terdapat foto ketua HKTI yaitu Prabowo subianto,yang saat ini memimpin atas Gerakan tersebut.
B. Sejarah lahirnya HKTI
HKTI adalah sebuah organisasi sosial yang berskala nasional, berdiri sendiri dan mandiri yang dikembangkan berdasarkan kesamaan aktifitas, profesi, dan fungsi di dalam bidang agrikultur dan pengembangan pedesaan, sehingga memiliki karakter profesional dan persaudaraan HKTI didirikan pada tanggal 27 April 1973 di Jakarta melalui merger empat belas organisasi penghasil pertanian utama. Dan saat ini ini ketua HKTI indonesia di pimpin oleh Prabowo subianto dalam periode 2004-2009.
MUNAS I HKTI 1979 :
Kegiatan Pemuda Tani masih disatukan dengan bidang Wanita.
MUNAS II HKTI 1984 :
Dibentuk Departemen Pemuda dan Tenaga Kerja, kemudian Panitia Kerja Tetap (Panjatap) dan pada 28 Oktober 1986 di Yogyakarta, berdirilah Pemuda Tani HKTI
.
MUNAS III HKTI 1989 :
Fungsionaris HKTI Muda menyepakati Badan Khusus (Basus) Pemuda Tani.
Status BASUS Pemuda Tani sebagai organisasi Kepemudaan yang bersifat Independen/Mandiri dan merupakan sub-ordinat HKTI. Hubungan Pemuda Tani dan HKTI bersifat Historis dan Ideologis.
Berdasarkan Surat Keterangan Dirjen SOSPOL Nomor : 175 Tahun 1998,
Pemuda Tani HKTI mempunyai status sebagai Organisasi Kepemudaan Profesi (OKP) yang bergerak dibidang pembangunan pertanian dan pedesaan.
PERNAS I Pemuda Tani HKTI 1999 :
Perkembangan organisasi kepemudaan menuntut Pemuda tani lebih berperan aktif, maka Pengurus HKTI Periode 1999-2004 membebaskan Pemuda Tani untuk memilih bentuk dan struktur organisasinya, tetapi tetap dalam keluarga besar HKTI.
PERNAS II Pemuda Tani HKTI 2004 :
Pemuda Tani bersifat Independen/Mandiri untuk menyusun program dan kegiatan, serta bentuk dan struktur organisasinya.
HKTI berkembang lebih mandiri dan independen untuk menjadi Pemuda Tani Indonesia (PETANI) di motori oleh semangat perubahan dari kaum intelektual muda yang memiliki komitmen kuat terhadap pengembangan, pemberdayaan serta penguatan institusi masyarakat tani. PETANI juga didukung oleh pakar-pakar dari berbagai disiplin ilmu yang secara langsung ikut aktif dalam berbagai program yang dijalankan serta memiliki jaringan kerja dengan institusi pemerintah dan NGO (Non Goverment Organization) lokal, nasional dan internasional.
Organisasi ini merupakan wadah penyatu potensi kaum muda dari berbagai disiplin ilmu untuk berperan aktif dalam upaya peberdayaan dan peningkatan posisi tawar masyarakat tani dari skala lokal hingga nasional dengan pendekatan partisipatori, sebagai upaya mewujudkan kaum tani dan penduduk desa dari keterbelakangan dan kemiskinan dan ketidakadilan dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UU Dasar 1945.
C. Lambang HKTI dan tujuan
HKTI bertujuan meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, harkat dan martabat insan tani, penduduk pedesaan dan pelaku agribisnis lainnya, melalui pemberdayaan rukun tani komoditas usaha tani dan percepatan pembangunan pertanian serta menjadikan sektor pertanian sebagai basis permbangunan nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Membina dan mengembangkan hubungan kerjasama kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan pada umumnya dan khususnya yang mempunyai kegiatan, profesi dan fungsi dibidang pertanian dan pembangunan pedesaan di dalamnegeri maupun di luar negeri. HKTI memiliki sifat sebagai Organisasi kesatuan yang memiliki wilayah kegiatan meliputi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dan Organisasi kemasyarakatan yang menyatukan segenap anggota berdasar kesamaan profesi, fungsi terhadap pertanian maupun pembangunan pedesaan dan atau rukun tani berdasar kesamaan komodiatas usaha tani. Organisasi mandiri, tidak menjadi bagian strutural organisasi lain. Organisasi kerakyatan, bersendi demokrasi, terbuka dan bukan organisasi pemerintah.
HKTI memiliki fungsi sebagai:
a. Wadah penghimpun segenap potensi insan tani Indonesia dan atau “Rukun Tani” jenis komoditas usaha tani.
b. Alat penggerak pengarah perjuangan insan tani Indonesia.
c Sarana penampung dan penyalur aspirasi amanat penderitaan rakyat tani penduduk pedesaan.
d. Wahana menuju terwujudnya cita-cita nasional, Indonesia raya. (e) Arena pemberdayaan dan pendidikan insan tani, masyarakat pertanian dan pedesaan.
Doktrin HKTI berisi platform perjuangan atau landasan dan haluan perjuangan yang merupakan perekat-pengikat rasional dan motivasi rasional bagi para anggota, para kader, dan simpatisan, serta mereka yang akan bergabung dengan HKTI. Pemahaman dan penghayatan atas doktrin akan membuat kader dan anggota memiliki dorongan kuat untuk bergiat dalam organisasi, daya tahan dalam menghadapi berbagai guncangan dalam kehidupan organisasi, serta kerelaan untuk berkorban bagi perjuangan HKTI yang tidak lain adalah kepentingan memperbaiki nasib rakyat tani khususnya, bangsa dan negara umumnya. Doktrin HKTI ditetapkan tersendiri oleh Rapat Paripurna Pengurus Organisasi Nasional.
Dalam rangka pencapaian tujuan perjuangan, HKTI mempunyai tugas-tugas pokok :
a. Konsolidasi Organisasi, ideologi dan rukun tani sesuai dengan komoditas usaha tani secara horisontal dan vertikal sampai tingkat basis pendesaan untuk memperkokoh eksistensi organisasi sebagai alat penghimpun dan penggerak perjuangan rukun dan rakyat tani.
b. Investasi usaha tani dan menumbuh kembangkan industri pertanian untuk membuka lapangan kerja baru serta meningkatan pendapatan rakyat tani dan penduduk pedesaan.
c. Publikasi dan sosialisasi aspirasi amanat penderitaan rakyat tani penduduk pedesaan
d. Edukasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya insan tani
e Revitalisasi dan reformasi lembaga pelayanan dan perjuangan rakyat tani
f. Advokasi untuk mengayomi hak dan kepentingan rakyat tani.
D. Struktur HKTI
Dewan Pimpinan Nasional (DPN) berada ditingkat nasional (pusat), yang terdiri dari:
a. Badan Pertimbangan Organisasi (BPO)
b. Pimpinan Harian Nasional
c. Beberapa orang anggota Pimpinan yang ditetapkan oleh Pimpinan Harian yang bertugas sebagai Pimpinan Komite Program Aksi yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan .
Dewan Pimpinan Provinsi (DPP/Provinsi)berada ditingkat provinsi, yang terdiri dari:
a. Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) Provinsi.
b. Pimpinan Harian Provinsi
c. Beberapa orang anggota Pimpinan yang ditetapkan oleh Pimpinan Harian Provinsi yang bertugas sebagai Pimpinan Komite Program Aksi yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Program Pemberdayaan Petani HKTI terfokus pada:
1. Pengembangan Sumber daya manusia;
2. Pengembangan organisasi; dan
3. Pengembangan agribisnis.
BAB V
TEMUAN DAN PAPARAN DATA
Subyek penelitian pada penelitian ini adalah para pengurus dan anggota HKTI yang tahu seluk beluk atau latar belakang tentang pergerakan Petani yang pada khususnya Gerakan Tani. Kebanyakan anggota HKTI dari kota atau daerah di luar surabaya, selain itu kebanyakan yang anggotanya Tani. Subyek penelitian rata-rata berusia 19-24 tahun, Dan para anggota HKTI menjelaskan tentang pergerakan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, harkat dan martabat insan tani, penduduk pedesaan dan pelaku agribisnis lainnya, melalui pemberdayaan rukun tani komoditas usaha tani dan percepatan pembangunan pertanian serta menjadikan sektor pertanian sebagai basis permbangunan nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 . Gerakan HKTI ini menghimpun atau mendorong Petani-Petani yang ada di Indonesia untuk perkembangannya. Claude Meillasoux menggambarkan masyarakat yang disebutnya masyarakat petani seperti yang masih menjadi ciri komuniti-komuniti pedesaan di beberapa bagian Afrika menjelang kolonisasi dan sebelum berkembangnya pasar mempunyai ciri-ciri: 1) penggunaan energi manusia dalam kerja pengolahan lahan, 2) penggunaan alat produksi individual yang memerlukan sedikit investasi tenaga kerja, 3) pembagian kerja non-metodik tapi lebih pada alokasi tugas-tugas antara anggota sel-sel reproduktif, 4) aksesibilitas pada lahan dan bahan mentah, dan 5) pemenuhan kebutuhan sendiri dalam arti komuniti memproduksi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan bekal ciri-ciri ini, Meillasoux membatasi petani sebagai orang yang hidup di lahan melalui kerja pertanian.
Menurut Dahrendorf masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan”.Dengan demikian posisi tertentu dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Hal ini mengarahkan Dahrendorf bahwa perbedaan otoritas selalu menjadi factor yang menentukan konflik social. Bahwa berbagai posisi di dalam masyarakat petani.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya mewujudkan negara yang maju dan mandiri serta masyarakat adil dan makmur, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan dan sekaligus peluang. Tantangan paling fundamental adalah upaya Indonesia untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Anjloknya harga gabah ini, para petani merasa dirugikan ekonominya.selain itu bagaimana tanggapan pemerintah atas keikutsertaan dalam memperingankan harga gabah tersebut. HKTI saat ini membina para petani-petani yang merosotnya harga gabah,karena tujuan HKTI ini meningkatan pendapatan petani indonesia.
Daftar Pustaka
1.Ekonomi Petani dan Negara Bangsa Redfield, Robert.
2.George Ritzer-Douglags j. Goodman.2004. Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana:2007.
3.Burhan Burgin. 2006. Metodologi penelitian Kualitatif. Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada. Hal:145-146.
4.www.google.com (G:\TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK.htm) 5.Doyle Paul Johnson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 211.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELTIAN
A. Deskripsi Lokasi
Gerakan tani di Indonesia sangat memungkinkan Banyak, Seperti hanya Gerakan Tani yang lain misalnya STN (Serikat Tani Nasional),SPI (Serikat Petani Indonesia), HKTN, dan HKTI ( Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ). HKTI ialah sebuah Organisasi Tani yang lahir pada tanggal 27 april 1973 dan diremiskan di Jakarta. HKTI surabaya berada di Jl. Kutisari No 6, Surabaya. Di kantor Sekretariat HKTI terdapat ruang tamu yang terdiri dari kursi meja untuk rapat kerja yang Diadakan setiap seminggu sekali. Selain itu terdapat Progam Kerja mi nnguan dan Seminar umum setiap bulannya. Di dinding ruang tamu terdapat foto-foto Petani yang bekerja dan adapun Foto-foto Gerakan HKTI yang berdemonstrasi atas turunnya harga gabah, dan masih banyak lagi. Di Ruang tamu terdapat foto ketua HKTI yaitu Prabowo subianto,yang saat ini memimpin atas Gerakan tersebut.
B. Sejarah lahirnya HKTI
HKTI adalah sebuah organisasi sosial yang berskala nasional, berdiri sendiri dan mandiri yang dikembangkan berdasarkan kesamaan aktifitas, profesi, dan fungsi di dalam bidang agrikultur dan pengembangan pedesaan, sehingga memiliki karakter profesional dan persaudaraan HKTI didirikan pada tanggal 27 April 1973 di Jakarta melalui merger empat belas organisasi penghasil pertanian utama. Dan saat ini ini ketua HKTI indonesia di pimpin oleh Prabowo subianto dalam periode 2004-2009.
MUNAS I HKTI 1979 :
Kegiatan Pemuda Tani masih disatukan dengan bidang Wanita.
MUNAS II HKTI 1984 :
Dibentuk Departemen Pemuda dan Tenaga Kerja, kemudian Panitia Kerja Tetap (Panjatap) dan pada 28 Oktober 1986 di Yogyakarta, berdirilah Pemuda Tani HKTI
.
MUNAS III HKTI 1989 :
Fungsionaris HKTI Muda menyepakati Badan Khusus (Basus) Pemuda Tani.
Status BASUS Pemuda Tani sebagai organisasi Kepemudaan yang bersifat Independen/Mandiri dan merupakan sub-ordinat HKTI. Hubungan Pemuda Tani dan HKTI bersifat Historis dan Ideologis.
Berdasarkan Surat Keterangan Dirjen SOSPOL Nomor : 175 Tahun 1998,
Pemuda Tani HKTI mempunyai status sebagai Organisasi Kepemudaan Profesi (OKP) yang bergerak dibidang pembangunan pertanian dan pedesaan.
PERNAS I Pemuda Tani HKTI 1999 :
Perkembangan organisasi kepemudaan menuntut Pemuda tani lebih berperan aktif, maka Pengurus HKTI Periode 1999-2004 membebaskan Pemuda Tani untuk memilih bentuk dan struktur organisasinya, tetapi tetap dalam keluarga besar HKTI.
PERNAS II Pemuda Tani HKTI 2004 :
Pemuda Tani bersifat Independen/Mandiri untuk menyusun program dan kegiatan, serta bentuk dan struktur organisasinya.
HKTI berkembang lebih mandiri dan independen untuk menjadi Pemuda Tani Indonesia (PETANI) di motori oleh semangat perubahan dari kaum intelektual muda yang memiliki komitmen kuat terhadap pengembangan, pemberdayaan serta penguatan institusi masyarakat tani. PETANI juga didukung oleh pakar-pakar dari berbagai disiplin ilmu yang secara langsung ikut aktif dalam berbagai program yang dijalankan serta memiliki jaringan kerja dengan institusi pemerintah dan NGO (Non Goverment Organization) lokal, nasional dan internasional.
Organisasi ini merupakan wadah penyatu potensi kaum muda dari berbagai disiplin ilmu untuk berperan aktif dalam upaya peberdayaan dan peningkatan posisi tawar masyarakat tani dari skala lokal hingga nasional dengan pendekatan partisipatori, sebagai upaya mewujudkan kaum tani dan penduduk desa dari keterbelakangan dan kemiskinan dan ketidakadilan dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UU Dasar 1945.
C. Lambang HKTI dan tujuan
HKTI bertujuan meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, harkat dan martabat insan tani, penduduk pedesaan dan pelaku agribisnis lainnya, melalui pemberdayaan rukun tani komoditas usaha tani dan percepatan pembangunan pertanian serta menjadikan sektor pertanian sebagai basis permbangunan nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Membina dan mengembangkan hubungan kerjasama kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan pada umumnya dan khususnya yang mempunyai kegiatan, profesi dan fungsi dibidang pertanian dan pembangunan pedesaan di dalamnegeri maupun di luar negeri. HKTI memiliki sifat sebagai Organisasi kesatuan yang memiliki wilayah kegiatan meliputi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dan Organisasi kemasyarakatan yang menyatukan segenap anggota berdasar kesamaan profesi, fungsi terhadap pertanian maupun pembangunan pedesaan dan atau rukun tani berdasar kesamaan komodiatas usaha tani. Organisasi mandiri, tidak menjadi bagian strutural organisasi lain. Organisasi kerakyatan, bersendi demokrasi, terbuka dan bukan organisasi pemerintah.
HKTI memiliki fungsi sebagai:
a. Wadah penghimpun segenap potensi insan tani Indonesia dan atau “Rukun Tani” jenis komoditas usaha tani.
b. Alat penggerak pengarah perjuangan insan tani Indonesia.
c Sarana penampung dan penyalur aspirasi amanat penderitaan rakyat tani penduduk pedesaan.
d. Wahana menuju terwujudnya cita-cita nasional, Indonesia raya. (e) Arena pemberdayaan dan pendidikan insan tani, masyarakat pertanian dan pedesaan.
Doktrin HKTI berisi platform perjuangan atau landasan dan haluan perjuangan yang merupakan perekat-pengikat rasional dan motivasi rasional bagi para anggota, para kader, dan simpatisan, serta mereka yang akan bergabung dengan HKTI. Pemahaman dan penghayatan atas doktrin akan membuat kader dan anggota memiliki dorongan kuat untuk bergiat dalam organisasi, daya tahan dalam menghadapi berbagai guncangan dalam kehidupan organisasi, serta kerelaan untuk berkorban bagi perjuangan HKTI yang tidak lain adalah kepentingan memperbaiki nasib rakyat tani khususnya, bangsa dan negara umumnya. Doktrin HKTI ditetapkan tersendiri oleh Rapat Paripurna Pengurus Organisasi Nasional.
Dalam rangka pencapaian tujuan perjuangan, HKTI mempunyai tugas-tugas pokok :
a. Konsolidasi Organisasi, ideologi dan rukun tani sesuai dengan komoditas usaha tani secara horisontal dan vertikal sampai tingkat basis pendesaan untuk memperkokoh eksistensi organisasi sebagai alat penghimpun dan penggerak perjuangan rukun dan rakyat tani.
b. Investasi usaha tani dan menumbuh kembangkan industri pertanian untuk membuka lapangan kerja baru serta meningkatan pendapatan rakyat tani dan penduduk pedesaan.
c. Publikasi dan sosialisasi aspirasi amanat penderitaan rakyat tani penduduk pedesaan
d. Edukasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya insan tani
e Revitalisasi dan reformasi lembaga pelayanan dan perjuangan rakyat tani
f. Advokasi untuk mengayomi hak dan kepentingan rakyat tani.
D. Struktur HKTI
Dewan Pimpinan Nasional (DPN) berada ditingkat nasional (pusat), yang terdiri dari:
a. Badan Pertimbangan Organisasi (BPO)
b. Pimpinan Harian Nasional
c. Beberapa orang anggota Pimpinan yang ditetapkan oleh Pimpinan Harian yang bertugas sebagai Pimpinan Komite Program Aksi yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan .
Dewan Pimpinan Provinsi (DPP/Provinsi)berada ditingkat provinsi, yang terdiri dari:
a. Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) Provinsi.
b. Pimpinan Harian Provinsi
c. Beberapa orang anggota Pimpinan yang ditetapkan oleh Pimpinan Harian Provinsi yang bertugas sebagai Pimpinan Komite Program Aksi yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Program Pemberdayaan Petani HKTI terfokus pada:
1. Pengembangan Sumber daya manusia;
2. Pengembangan organisasi; dan
3. Pengembangan agribisnis.
BAB V
TEMUAN DAN PAPARAN DATA
Subyek penelitian pada penelitian ini adalah para pengurus dan anggota HKTI yang tahu seluk beluk atau latar belakang tentang pergerakan Petani yang pada khususnya Gerakan Tani. Kebanyakan anggota HKTI dari kota atau daerah di luar surabaya, selain itu kebanyakan yang anggotanya Tani. Subyek penelitian rata-rata berusia 19-24 tahun, Dan para anggota HKTI menjelaskan tentang pergerakan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, harkat dan martabat insan tani, penduduk pedesaan dan pelaku agribisnis lainnya, melalui pemberdayaan rukun tani komoditas usaha tani dan percepatan pembangunan pertanian serta menjadikan sektor pertanian sebagai basis permbangunan nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 . Gerakan HKTI ini menghimpun atau mendorong Petani-Petani yang ada di Indonesia untuk perkembangannya. Claude Meillasoux menggambarkan masyarakat yang disebutnya masyarakat petani seperti yang masih menjadi ciri komuniti-komuniti pedesaan di beberapa bagian Afrika menjelang kolonisasi dan sebelum berkembangnya pasar mempunyai ciri-ciri: 1) penggunaan energi manusia dalam kerja pengolahan lahan, 2) penggunaan alat produksi individual yang memerlukan sedikit investasi tenaga kerja, 3) pembagian kerja non-metodik tapi lebih pada alokasi tugas-tugas antara anggota sel-sel reproduktif, 4) aksesibilitas pada lahan dan bahan mentah, dan 5) pemenuhan kebutuhan sendiri dalam arti komuniti memproduksi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan bekal ciri-ciri ini, Meillasoux membatasi petani sebagai orang yang hidup di lahan melalui kerja pertanian.
Menurut Dahrendorf masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan”.Dengan demikian posisi tertentu dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Hal ini mengarahkan Dahrendorf bahwa perbedaan otoritas selalu menjadi factor yang menentukan konflik social. Bahwa berbagai posisi di dalam masyarakat petani.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya mewujudkan negara yang maju dan mandiri serta masyarakat adil dan makmur, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan dan sekaligus peluang. Tantangan paling fundamental adalah upaya Indonesia untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Anjloknya harga gabah ini, para petani merasa dirugikan ekonominya.selain itu bagaimana tanggapan pemerintah atas keikutsertaan dalam memperingankan harga gabah tersebut. HKTI saat ini membina para petani-petani yang merosotnya harga gabah,karena tujuan HKTI ini meningkatan pendapatan petani indonesia.
Daftar Pustaka
1.Ekonomi Petani dan Negara Bangsa Redfield, Robert.
2.George Ritzer-Douglags j. Goodman.2004. Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana:2007.
3.Burhan Burgin. 2006. Metodologi penelitian Kualitatif. Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada. Hal:145-146.
4.www.google.com (G:\TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK.htm) 5.Doyle Paul Johnson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia. Halaman 211.